Ancaman dan Bahaya Besar Mencaci Maki Orang Islam Tanpa Hak
Pernahkah kita dimaki/diolok-olok oleh orang lain? Bagaimana rasanya? Sakit bukan? Atau biasa-biasa saja. Yah,
setiap orang berbeda ya dalam menyikapinya. Ada yang merasa terhina, ada yang
biasa-biasa saja. Setiap orang mungkin pernah mengalaminya. Jangankan manusia
biasa seperti kita, Nabi Muhammad SAW pun seringkali mendapat cacian dari
musuh-musuhnya. Nabi Ayub a.s. yang menderita sakit kusta bertahun-tahun,
dicacimaki bahkan diusir dari kampungnya. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran:
setiap orang berbeda ya dalam menyikapinya. Ada yang merasa terhina, ada yang
biasa-biasa saja. Setiap orang mungkin pernah mengalaminya. Jangankan manusia
biasa seperti kita, Nabi Muhammad SAW pun seringkali mendapat cacian dari
musuh-musuhnya. Nabi Ayub a.s. yang menderita sakit kusta bertahun-tahun,
dicacimaki bahkan diusir dari kampungnya. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran:
“Dan orang-orang yang menyakiti (mengganggu) orang-orang yang mukmin dan mukminat
tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul
kebohongan dan dosa yang nyata” (QS. Al-Ahzab: 58).
tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul
kebohongan dan dosa yang nyata” (QS. Al-Ahzab: 58).
Pengertian Mencaci Maki
Memaki berarti mengatakan
seseorang dengan perkataan yang tidak baik seperti memanggil seseorang dengan
panggilan/ julukan yang tidak patut [1], suatu perbuatan yang bisa memperkeruh
suasana persaudaraan sesama muslim, sehingga bisa menimbulkan tuduh-menduh dan
panas-memanasi [2]. Atau bisa juga dengan menyebut-nyebut kejelekannya di
hadapan orang yang bersangkutan secara langsung. Bahkan dikatakan mengejek pula
bila seseorang mengatakan jelek di hadapan orang lain dengan nada sindiran dan
orang yang diejek merasa bahwa sindiran itu ditujukan kepadanya, meskipun si
pencela tidak menyebutkan namanya. Misalnya: suaranya kayak cumplong kok adzan
di mushola! Kamu kok kurus badannya kayak cengkarangan layang-layang! Wahai si
pesek! Wahai si licik! Orang kok sering sakit-sakitan!.
Pepatah Jawa bilang: "Sopo sing moyok, bakal melok. Sopo sing moyok, bakal mondok. Ternyata ungkapan seperti ini sudah sangat terasa pada saat sekarang ini. Cobalah kita resapi dan hayati bersama manakala kita atau anak kita bermasalah, intropeksilah ke kejadian-kejadian masa lalu. Misalkan kita atau anak kita ada yang nakalnya minta ampun, atau anak kita atau kitanya sendiri sakit berbulan-bulan tidak sembuh jua. Coba dikoreksi, apakah dulu mungkin ada perkataan kita yang menyakitkan orang lain, sehingga kata-kata itu balik menampar kita? Misalkan kita pernah menghina kepada orang lainkah? Apakah pernah menghina bahwa "orang kok sakit tidak sembuh-sembuh yo memalukan!", padahal tetangganya emang ada yang sakit? Jadi, jika seandainya ada bersegeralah minta maaf sebelum orang yang dihina meninggal dunia, karena itu adalah obat yang paling mujarab untuk mengembalikan tamparan itu. Misal: "Ah, kamu itu apa, orang kok kayak gitu? misalkan. Maka kata-kata itu akan balik menampar kita atau keturunan kita. Jadi, berhati-hatilah dalam memilah kata agar tidak menimbulkan dendam. Abah yai Jamaluddin juga pernah dawuh bahwasanya orang yang menghina orang lain (misalkan guru kepada santri dengan mengatakan ilmumu tak akan bermanfaat), maka justru kata itu akan kembali kepada dirinya atau keturunannya.
Moyok Melok sudah banyak terbukti di dalam kehidupan ini, karena perbuatan jelek menghina ini sangat mencabik-cabik hingga membekas di dalam hati orang yang dihina. Sakitnya fisik akan bisa sembuh dengan segera, tetapi sakitnya hati sulit sembuh dan dihilangkan. Kita tidak boleh mengandalkan bahwa karena kita mau menasihati orang lain, maka mencacimaki/menghujat/menyalah-nyalahkan menjadi jalan utama. Sama sekali cara tersebut tidak dianjurkan oleh Al-Quran dan Al-Hadist. Perbuatan mencaci-maki/ menghina orang lain jika dijadikan kebiasaan/rutinitas sehari-hari, maka menjadi fasiklah dia, karena telah mengekalkan dosa dalam dirinya. Janganlah kita menghina (misal: kamu fasik) kepada orang lain, lebih baik kita bercermin dulu siapakah kita? Apakah sudah benar diri kita?
seseorang dengan perkataan yang tidak baik seperti memanggil seseorang dengan
panggilan/ julukan yang tidak patut [1], suatu perbuatan yang bisa memperkeruh
suasana persaudaraan sesama muslim, sehingga bisa menimbulkan tuduh-menduh dan
panas-memanasi [2]. Atau bisa juga dengan menyebut-nyebut kejelekannya di
hadapan orang yang bersangkutan secara langsung. Bahkan dikatakan mengejek pula
bila seseorang mengatakan jelek di hadapan orang lain dengan nada sindiran dan
orang yang diejek merasa bahwa sindiran itu ditujukan kepadanya, meskipun si
pencela tidak menyebutkan namanya. Misalnya: suaranya kayak cumplong kok adzan
di mushola! Kamu kok kurus badannya kayak cengkarangan layang-layang! Wahai si
pesek! Wahai si licik! Orang kok sering sakit-sakitan!.
Pepatah Jawa bilang: "Sopo sing moyok, bakal melok. Sopo sing moyok, bakal mondok. Ternyata ungkapan seperti ini sudah sangat terasa pada saat sekarang ini. Cobalah kita resapi dan hayati bersama manakala kita atau anak kita bermasalah, intropeksilah ke kejadian-kejadian masa lalu. Misalkan kita atau anak kita ada yang nakalnya minta ampun, atau anak kita atau kitanya sendiri sakit berbulan-bulan tidak sembuh jua. Coba dikoreksi, apakah dulu mungkin ada perkataan kita yang menyakitkan orang lain, sehingga kata-kata itu balik menampar kita? Misalkan kita pernah menghina kepada orang lainkah? Apakah pernah menghina bahwa "orang kok sakit tidak sembuh-sembuh yo memalukan!", padahal tetangganya emang ada yang sakit? Jadi, jika seandainya ada bersegeralah minta maaf sebelum orang yang dihina meninggal dunia, karena itu adalah obat yang paling mujarab untuk mengembalikan tamparan itu. Misal: "Ah, kamu itu apa, orang kok kayak gitu? misalkan. Maka kata-kata itu akan balik menampar kita atau keturunan kita. Jadi, berhati-hatilah dalam memilah kata agar tidak menimbulkan dendam. Abah yai Jamaluddin juga pernah dawuh bahwasanya orang yang menghina orang lain (misalkan guru kepada santri dengan mengatakan ilmumu tak akan bermanfaat), maka justru kata itu akan kembali kepada dirinya atau keturunannya.
Moyok Melok sudah banyak terbukti di dalam kehidupan ini, karena perbuatan jelek menghina ini sangat mencabik-cabik hingga membekas di dalam hati orang yang dihina. Sakitnya fisik akan bisa sembuh dengan segera, tetapi sakitnya hati sulit sembuh dan dihilangkan. Kita tidak boleh mengandalkan bahwa karena kita mau menasihati orang lain, maka mencacimaki/menghujat/menyalah-nyalahkan menjadi jalan utama. Sama sekali cara tersebut tidak dianjurkan oleh Al-Quran dan Al-Hadist. Perbuatan mencaci-maki/ menghina orang lain jika dijadikan kebiasaan/rutinitas sehari-hari, maka menjadi fasiklah dia, karena telah mengekalkan dosa dalam dirinya. Janganlah kita menghina (misal: kamu fasik) kepada orang lain, lebih baik kita bercermin dulu siapakah kita? Apakah sudah benar diri kita?
Hukum Mencaci Maki/ Menghina Orang Lain
Jika sebutan tersebut ditujukan
kepada saudaranya seagama itu untuk menghinanya atau merendahkan martabatnya,
maka perbuatan ini dikatakan memaki dan berdosa hukumnya. Hal ini berlaku untuk
semua orang. Sekalipun statusnya sebagai seorang kiyai/ figur/ presiden/ camat,
kalau suka menghina dosa hukumnya. Jika perbuatan ini dikekalkan maka fasiklah
statusnya. Seperti sabda Rasulullah: “Dari Ibnu Mas’ud ra. Berkata:
Rasulullah SAW bersabda: Mencaci maki pada seorang Muslim berarti fasik
(melanggar agama) dan memerangi orang Muslim berarti kafir” (HR. Bukhori dan
Muslim).
kepada saudaranya seagama itu untuk menghinanya atau merendahkan martabatnya,
maka perbuatan ini dikatakan memaki dan berdosa hukumnya. Hal ini berlaku untuk
semua orang. Sekalipun statusnya sebagai seorang kiyai/ figur/ presiden/ camat,
kalau suka menghina dosa hukumnya. Jika perbuatan ini dikekalkan maka fasiklah
statusnya. Seperti sabda Rasulullah: “Dari Ibnu Mas’ud ra. Berkata:
Rasulullah SAW bersabda: Mencaci maki pada seorang Muslim berarti fasik
(melanggar agama) dan memerangi orang Muslim berarti kafir” (HR. Bukhori dan
Muslim).
Kafir yang dimaksud di sini/
dalam hadist di atas tidak berarti kafir tiada beriman kepada Allah dan tidak
membenarkan agama-Nya, namun kafir dengan arti mengingkari kewajiban memelihara
persaudaraan yang baik dalam Islam. Islam mewajibkan kepada semua umatnya untuk
saling menjaga keselamatan saudaranya serta menghormati jiwanya. Bukan malah
mencabik-cabik perasaannya. Bukan malah bermuka dua, di hadapan orang manis
tapi di balik tabir bermuka masam. Ada udang di balik batu, ada batu di kepalan
tangannya! Awas! Jadi, orang-orang seperti ini sangatlah berbahaya bagi
kemaslahatan hidup. Melanggar hukum Allah seperti ini berarti
kafir. Jadi, kafirnya orang membunuh saudaranya seagama Islam adalah kafir
kiasan bukan kafir 100%.
dalam hadist di atas tidak berarti kafir tiada beriman kepada Allah dan tidak
membenarkan agama-Nya, namun kafir dengan arti mengingkari kewajiban memelihara
persaudaraan yang baik dalam Islam. Islam mewajibkan kepada semua umatnya untuk
saling menjaga keselamatan saudaranya serta menghormati jiwanya. Bukan malah
mencabik-cabik perasaannya. Bukan malah bermuka dua, di hadapan orang manis
tapi di balik tabir bermuka masam. Ada udang di balik batu, ada batu di kepalan
tangannya! Awas! Jadi, orang-orang seperti ini sangatlah berbahaya bagi
kemaslahatan hidup. Melanggar hukum Allah seperti ini berarti
kafir. Jadi, kafirnya orang membunuh saudaranya seagama Islam adalah kafir
kiasan bukan kafir 100%.
Dalam hadits yang lain, riwayat
Bukhori dan Abu Dzar ra. Rasulullah SAW bersabda:
Bukhori dan Abu Dzar ra. Rasulullah SAW bersabda:
“Tiada seorang yang memaki orang lain dengan kata fasik atau kafir, melainkan kalimat itu kembali pada dirinya sendiri, jika tidak benar demikian keadaan orang yang dimaki” Abu
Hurairah ra. Berkata: “Rasulullah SAW bersabda: Dua orang yang saling
mencaci maki tepat menurut apa yang mereka katakan, dan dosanya tetap
ditanggung oleh orang yang memulai selama belum dibalas oleh orang yang dimaki”
(HR. Muslim).
Hurairah ra. Berkata: “Rasulullah SAW bersabda: Dua orang yang saling
mencaci maki tepat menurut apa yang mereka katakan, dan dosanya tetap
ditanggung oleh orang yang memulai selama belum dibalas oleh orang yang dimaki”
(HR. Muslim).
Anjuran Agar Bertaubat dari Mencaci Maki/ Menghina Orang Lain
Jadi, jika seandainya ada orang
yang memulai berbuat cundang dan curang terhadap orang lain dengan mencaci
maki, maka dia terkena hukuman dosa selama si yang dimaki belum membalasnya.
Sebaliknya, orang yang dihina/ diganggu martabatnya maka akan mendapat balasan
berupa pahala sabar menghadapi cobaan. Alangkah baiknya si penghina/ pencela
segera bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya (taubat an
nasuha), menyesali apa yang telah diperbuat dan minta maaf dengan
sungguh-sungguh kepada orang yang pernah dicaci maki, kemudian berusaha untuk
tidak mengulanginya lagi.
yang memulai berbuat cundang dan curang terhadap orang lain dengan mencaci
maki, maka dia terkena hukuman dosa selama si yang dimaki belum membalasnya.
Sebaliknya, orang yang dihina/ diganggu martabatnya maka akan mendapat balasan
berupa pahala sabar menghadapi cobaan. Alangkah baiknya si penghina/ pencela
segera bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya (taubat an
nasuha), menyesali apa yang telah diperbuat dan minta maaf dengan
sungguh-sungguh kepada orang yang pernah dicaci maki, kemudian berusaha untuk
tidak mengulanginya lagi.
Maka dari itu, sebagai hamba
Allah yang semoga senantiasa fi sabilillah, sudah seharusnya menghindari
dari sikap saling menghina/ mencaci maki di antara sesama manusia umumnya, dan
sesama muslim khususnya, karena perbuatan itu merupakan pintu masuknya syetan
[3]. Akhirul kalam, wallahua’lam.
Allah yang semoga senantiasa fi sabilillah, sudah seharusnya menghindari
dari sikap saling menghina/ mencaci maki di antara sesama manusia umumnya, dan
sesama muslim khususnya, karena perbuatan itu merupakan pintu masuknya syetan
[3]. Akhirul kalam, wallahua’lam.
Ali A
Sumber Rujukan:
[1]. Al-Ghozali, I. 1989. Halal
dan Haram. (Asyhari, Ed.). CV. Bintang Remaja. Gresik. 414 hlm.
dan Haram. (Asyhari, Ed.). CV. Bintang Remaja. Gresik. 414 hlm.
[2]. Nursa, S. 2005. Tabiat Buruk
Kyai NU: Kasus Kerusuhan Antar Warga NU di Pekalongan. ITTAQA Press Kelompok BIGRAF.
Yogyakarta. 198 hlm.
Kyai NU: Kasus Kerusuhan Antar Warga NU di Pekalongan. ITTAQA Press Kelompok BIGRAF.
Yogyakarta. 198 hlm.
[3]. Asymuni, A.Y. 2005. Godaan
Setan terhadap Orang-Orang Shaleh, Pintu Masuk kepada Manusia dan Cara
Menyelamatkan Diri dari Setan. Ponpes Hidayatut At-Thullab. Kediri. 84 hlm.
Setan terhadap Orang-Orang Shaleh, Pintu Masuk kepada Manusia dan Cara
Menyelamatkan Diri dari Setan. Ponpes Hidayatut At-Thullab. Kediri. 84 hlm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar